S.ilent (Mini Story – part 1)

“Hmm…..” dia menatapku tajam sambil memainkan tangannya.

“Kenapa?” 

“Kita itu udah temenan lama, tapi aku selalu gak paham jalan pikiranmu..”

“Apaan sih?”

“Enggak sih, aku cuma mikir, kenapa aku gak bisa tahu 100% tentangmu” dia mulai merilekskan badannya sambil minum kopi favoritnya.

“Ya iyalah, elu bukan Tuhan, bukan juga mama gue. Mama aja paling tau 75% hidupku” tertawa kecil dan kembali bermain hp.

“Gila lu, mama lu cuma tau 75%? Terus gue berapa persen?” dia kembali menegakkan badannya dan gerak-geriknya penasaran seperti menunggu jawabanku.

“Hmm, mungkin 50% hehe” aku mengangkat senyumku dengan terpaksa.

“Astaga seriusan?? Gue pikir gue udah kenal banget sama lo. Hm, terus ada seseorang yg kenal lo lebih dari 90%?” nada bicaranya semakin menunjukkan bahwa dia penasaran.

“Ada sih, hampir 95% mungkin. Gue aja kalah sama nih orang” aku menggaruk kepalaku, mikir sih kenapa bisa gitu.

Aku selalu percaya bahwa kita bisa memahami orang lain tapi untuk memahami diri sendiri kita mungkin lemah. Ya meskipun itu bisa ‘cegah’ sih, semakin dewasa pasti kita paham diri kita sendiri. Mulai berpikir logis dan minggirin yang namanya perasaan, cewek terutama. Perasaan emang selalu bersebrangan dengan logika. Ketika logika lo bilang ‘gak’ tapi perasaan lo bilang “ya” atau “mungkin”, lo pasti ambil resiko untuk jalanin pake perasaan.

Aku selalu percaya “3 aspek prinsip gue : waktu yang salah, suasana yang salah dg orang yang salah adalah buruk. Jika 2 aspek saja yang benar, tetap aja buruk. Dikatakan baik jika 3 aspek semuanya benar, waktu yang tepat, suasana yang pas dengan orang yang tepat adalah baik.”

Sayangnya karna prinsip itu, aku selalu main perasaan dalam persahabatan. Sahabat punya beberapa, temen apalagi, banyak sih, tersebar ke seluruh penjuru. Meskipun “beberapa” itu gak menjamin mereka tahu bener hidupku. Karena lagi-lagi balik ke prinsip di awal. Masalah tipe 1 aku bakal ke cerita ke A, masalah tipe 2 bakal cerita ke B dan seterusnya. Aku merasa relevan aja dengan “beberapa” itu.

Tapi, ada seseorang, ya seseorang yang saat aku bersamanya, aku bener-bener lupa prinsip “aneh” ku. Dia yang selalu bisa baca kondisi, raut muka, gerak-gerik sampe bisa mendeteksi jika aku ada sesuatu, aku akan ganti “model baju”. Ya sampe segitunya, segitunya banget.

Tiba-tiba muncul chat di hpku

“Segini banget marahnya sampe gak read chat gw? Seriusan gak read chat gw sampe 4 hari? Gak kepo lo? Gak gatel tangan lo liat notif chat banyak?”

And da*n, He knows what i feel.